Desain Artistik Rumoh Aceh, Tahan Segala Bencana

Komplek Museum Rumoh Aceh (Rumah Tradisional Aceh) menjadi tujuan kunjungan wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Keunikan Rumoh Aceh telah membuat decak kagum siapapun yang melihatnya.

Secara artistik tidak hanya indah bentuk dan ukirannya, tetapi juga konstruksinya serba alami. Bangunan Rumoh Aceh juga menjadi manifestasi keyakinan masyarakat Aceh yang mampu beradaptasi dengan situasi alam dan juga status sosial saat itu.

Rumoh Aceh tidak hanya menjadi tempat hunian. Akan tetapi juga menjadi simbol untuk mengekspresikan keyakinan kepada Tuhan.

Leluhur orang Aceh membangun rumah ini tidak bim salabim, namun telah melalui berbagai proses rumit karena harus berhadapan dengan seleksi alam tropis di sana. Proses rumit itu menghasilkan Rumoh Aceh itu, yang dibangun efektif menyesuaikan kondisi alam, misalnya tanpa menggunakan paku dan hanya mengikat antar sendi dengan membuat pasak lebih dulu.

Adaptasi terhadap lingkungan bisa dilihat dari konstruksi bangunan rumah berbentuk panggung. Mengingat Aceh berada di kawasan hutan tropis, setiap saat bencana bisa datang, maupun untuk menghindari dari binatang buas kala itu. Termasuk semua bahan material yang digunakan, semua berasal dari alam tropis yang disediakan Aceh.

Longok saja Rumoh Aceh yang berada di Jalan S.A Mahmudsyah Nomor 12 Peuniti, Banda Aceh, misalnya. Tak seberapa jauh dari Pendopo Gubernur Aceh, tepatnya bersebelahan dengan makam Sultan Iskandar Muda menjadi daya tarik sendiri wisatawan lokal maupun mancanegara.

Rumah adat tradisional Aceh ini memiliki 24 tiang dari pohon kayu yang masih bulat setinggi 3 meter yang sudah dijadikan Museum. Bila Anda berjalan di bawahnya, kita tidak harus menunduk, termasuk orang dewasa dan bahkan ukuran tinggi orang Eropa dengan bebas bisa melintasinya.

Rumoh Aceh juga memiliki ruang yang memiliki berbagai macam filosofi dan fungsi. Misalnya yang biasa disebut yup moh (Bawah Rumah) merupakan tempat bermain anak-anak dan sejumlah fungsi lainnya seperti tempat menyimpan padi (Kroeng) paska panen.

Dani Daud, seorang ahli desainer yang pernah mendesain jembatan panjang di Bali mengatakan dia harus mengelus dada melihat generasi muda sekarang sudah banyak melupakan makna filosofi Rumoh Aceh. Mirisnya, generasi muda sekarang sudah mulai meninggalkan budaya membangun bangunan yang memiliki corak Rumoh Aceh. Padahal secara kontruksi, Rumoh Aceh itu aman terhadap berbagai bencana, baik gempa, banjir maupun aman dari serangan binatang buas kala itu.

"Saya miris sekarang, banyak generasi muda saat ini sudah melupakan bangunan kontruksi Rumoh Aceh, padahal ada banyak filosofi seperti rumah yang tahan terhadap gempa," ungkap Dani Daud pekan lalu.

Selain itu, Dani menjelaskan Rumoh Aceh beratapkan rumbia dan terbuat dari kayu pilihan yang bisa bertahan ratusan tahun. Atapnya rumbia, tentu ramah terhadap efek buruk rumah kaca. Kemudian dengan atap daun rumbia membuat suasana dalam rumah adem dan nyaman untuk ditempati.

Kontruksi Rumoh Aceh juga memiliki sirkulasi udara yang baik, demikian juga pencahayaan yang mudah masuk dalam rumah. Karena Rumoh Aceh memiliki banyak celah dan jendela. Sehingga udara dan cahaya lebih mudah masuk ke seluruh ruangan dari sela-sela atap, dinding dan juga lantai yang terbuat dari papan.

Uniknya lagi, kontruksi bangunan Rumoh Aceh itu tidak satupun menggunakan paku atau jenis material bangunan di era modern saat ini. Struktur bangunan semua terbuat dari alam.

Dani Daud menyebutkan, struktur utama kontruksi bangunan Rumoh Aceh yang elastis, karena antara tiang dan lantai itu diikat dengan pasak (bajoe) tanpa menggunakan paku, serta membentuk rigid (kotak tiga dimensional yang utuh).

Karena elastis dan saling mengunci itu, struktur bangunan ini kokoh dan tahan getaran dan goyangan. Karena hubungan antara struktur utama dengan lainnya saling mengunci, sehingga bila terjadi goyangan seperti gempa, struktur bangunan ini bisa mengikuti arah gerakan tersebut, sehingga tidak terjadi kerusakan.

"Kontruksi seperti Rumoh Aceh itu elastis, karena memang tidak menggunakan paku, sendi-sendinya dipasak," kata Dani Daud.

Ada tiga komponen Rumoh Aceh yang membuat kokoh dan tahan terhadap getaran dan goyongan. Tiga komponen itu ada pada pondasi pusat beban bangunan yang besar. Kemudian tiang dan balok sebagai tumpuan semua kontruksi, baik beban yang disalurkan dari atap samping. Baru kemudian komponen lainnya adalah rangka atap yang menjadi penyangga dari atas.

Karena keelastisannya itulah menyebabkan struktur bangunan Rumoh Aceh tahan terhadap gempa dan tidak mudah patah. Kalau pun terjadi gempa, hanya terombang-ambing baik ke kiri maupun ke kanan. Lalu setelah goyangan berhenti, bangunan dan kontruksi Rumoh Aceh akan kembali normal.

Kalau pun bangunan terlikuifaksi (terangkat ke atas), kontruksi bangunan itu juga bisa terangkat dan kemudian kembali jatuh di tempat semula. Kalau pun terjadi pergeseran, hanya bergeser beberapa centimeter dari tempat semula.

"Saya heran juga pemerintah sekarang tidak melestarikan kontruksi bangunan seperti itu, padahal Aceh rawan gempa, jadi sangat cocok mengikuti kontruksi seperti itu," ujarnya.

Kemudian untuk mengikat antar kontruksi bangunan, Rumoh Aceh menggunakan semua bahan dari alam. Seperti pengikat antar sendi atau sudut kontruksi dan juga lainnya diikat dengan menggunakan tali terbuat dari tali ijuk. Tali ijuk ini dibuat dari serabut batang nira yang kemudian diolah secara tradisional.

Lalu kontruksi atap Rumoh Aceh menggunakan bahan baku kayu dari alam tropis, termasuk atap terbuat dari daun rumbia yang telah dirajut serupa dengan seng. Daun rumbia itulah kemudian dijadikan atap untuk menghalau panas dan melindungi dari curahan hujan.

Kemiringan atap Rumoh Aceh mencapai 70 derajat diikat menggunakan tali ijuk. Baik untuk mengikat ring balok untuk tumpuan atap rumbia, maupun untuk mengikat atap daun rumbia agar tidak mudah terlepas diterpa angin.

Bahkan menurut Dani Daud, atap Rumoh Aceh memiliki keunikan lainnya. Biasanya kontruksi bangunan modern saat ini kaku, kalau mau dilepas harus dibongkar satu per satu. Namun berbeda dengan kontruksi atap Rumoh Aceh memiliki simpul utama.

Simpul utama itu berada di dekat balok memanjang (bara linteung), bila sewaktu-waktu terjadi bencana kebakaran. Pemilik rumah langsung bisa melepaskan simpul utama itu dan kemudian atap Rumoh Aceh yang terbuat dari daun rumbia yang mudah terbakar terlepas dan jatuh langsung ke bawah, sehingga tidak menjalar kebakaran ke elemen rumah lainnya.

"Jadi kalau kebakaran yang duluan terbakar besar kan atap, karena terbuat dari daun rumbia, jadi inilah keunikannya, atap itu bisa dilepas pada simpul tertentu dan atap bisa lepas," terang Daud.

Kelebihan yang dimiliki Rumoh Aceh yang memiliki mitigasi bencana terlihat dari kontruksi tidak memiliki bangunan apapun di bawah. Seperti layaknya Escape Building, tempat penyelamat tsunami.

Lantai dasar gedung itu tanpa ada dinding dan bila terjadi tsunami, air bebas bergerak tanpa penghalang. Demikian juga dengan Rumoh Aceh, bagian bawah tanpa ada bangunan apapun, bila terjadi banjir, perabotan rumah dan warga tidak perlu mengungsi dari rumah. Cukup berada di dalam rumah dan banjir berlalu tanpa ada benturan dengan rumah.

"Rumoh Aceh itu juga sudah dipikirkan aman terhadap banjir, Aceh daerah hutan tropis sering banjir, Rumoh Aceh solusinya, ini memang sudah jauh hari dipikirkan oleh nenek moyang kita," tukasnya.

Comments