Melihat Tsunami Aceh dalam Lukisan

Pelukis asal Yogyakarta, Bambang Tri Setiono mengenang 10 tahun bencana gempa dan tsunami dengan lukisan. Berkat kelembutan lentik jemarinya, seniman ini berhasil mengabadikan deti-detik Aceh diterjang tsunami.

Biasanya banyak orang mengabadikan tsunami ini lewat film dokumenter, foto maupun tulisan. Namun Bambang Tri Setiono ini berimajinasi melukis bagaimana kepanikan masyarakat saat tsunami terjadi.

Bambang yang sudah menikah dengan gadis Aceh ini mengaku, lukisan ini inspirasinya dari beragam cara. Baik observasi dirinya langsung ke lokasi pascatsunami, maupun mendengar dari cerita-cerita warga korban tsunami yang selamat.

Lukisan ini tidak menggambarkan tragedi tsunami seluruh Aceh. Akan tetapi Bambang hanya mengambil satu lokasi terparah terkena tsunami. Lukisan ini menggambarkan dengan bentuk lukisan porak-poranda bangunan rumah dan kepanikan warga saat itu.

Bambang melukiskan tentang gelombang tsunami yang menerjang Desa Lambada Lhok, Kecamatan Baitussalam, Kabupaten Aceh Besar. Lukisan ini diperuntukkan untuk mengenang 10 tahun tsunami di Aceh agar generasi ke depan tidak lupa dengan bencana tersebut.

"Selama ini belum banyak media yang mengekspos keadaan daerah di sini. Jadi kami ekspos melalui lukisan," kata Bambang Bambang Tri Setiono.

Saat merdeka.com bertemu Bambang pekan lalu, dia sedang menyelesaikan lukisan ini. Dengan berlumuran cat berbagai macam warna di tangannya, Bambang bercerita keinginannya melukis ini untuk melawan lupa yang pernah terjadi di Aceh.

Lukisan yang sedang diselesaikannya ini mengisahkan air laut sebelum masuk desa dan bagaimana kondisi awal desa sebelum diterjang tsunami. Kemudian secara tiba-tiba pagi Minggu, 26 Desember 2004 lalu terjadi gempa dan gelombang tsunami.

Tergambar jelas dalam lukisan ini, rumah retak-retak, tiang listrik bertumbangan dan warga keluar rumah dan duduk di tempat terbuka. Kemudian juga digambarkan beberapa saat kemudian tsunami menerjang desa ini.

Warga panik, berlarian tanpa arah yang jelas. Ada yang naik ke atas atap rumah, ada yang naik pohon tinggi, sedangkan di jalanan langsung disapu oleh gelombang dahsyat tsunami.

Dalam lukisan berukuran 2,5 x 4 meter ini lengkap digambarkan suasana setelah terjadi tsunami dan gambaran desa sebelum tsunami. Termasuk gambaran ada sebuah Masjid dan juga Tempat Penampungan Ikan (TPI) di kawasan ini.

Bambang mengaku, untuk merekonstruksi kembali agar bisa sama persis seperti desa sebelum tsunami, ia mengalami banyak kendala. Selain dirinya bukan asli Aceh dan belum pernah datang ke lokasi ini sebelumnya, juga banyak warga asli di sini tidak selamat.

Kendati demikian, ia tak patah arang, jiwa seninya terus terpanggil untuk rencana melukis desa ini. Akhirnya ia menemukan warga setempat yang bisa bercerita gambaran desa ini. "Kemudian saya jumpa warga di sini yang bisa bercerita yaitu Said Faisal," jelasnya.

Lukisan ini, rencananya akan dijual pada puncak peringatan tsunami pada 26 Desember 2014 mendatang. Lukisan ini akan dipajang di Museum Tsunami. "Sebagian hasil penjualan lukisan ini akan diserahkan pada korban tsunami yang berhak," ujarnya.

Comments