Tinggal Aku dan Aura

“Tolong, tolong, tolong." Suara itu adalah Rahma Wati (35) yang berteriak dari balik reruntuhan bangunan menghimpit tubuhnya. Dia sama sekali tak bisa menggerakkan badan.

Jerit histeris dan tangisan anak-anak memecah kesunyian pada Rabu (7/12/2016) subuh. Semua warga sibuk menyelamatkan diri sendiri dan keluarga masing-masing. Mereka amat panik.

Hari itu, Rahma mengenakan jilbab hitam, baju terusan merah dengan motif bunga. Matanya berkaca-kaca ketika dia mengingat lagi detik-detik antara hidup dan mati. Dia sempat beberapa lama bertahan di bawah reruntuhan rumahnya di Gampung Kuta Pangwa, Kecamatan Treinggadeng, Kabupaten Pidie Jaya.

Guncangan gempa membikin rumahnya terbilang megah seketika rata dengan tanah. Dia juga harus merelakan suami tercinta, Nazaruddin (45), dan dua anaknya, Hami (8) dan Hayan Faham (4,5), meregang nyawa lantaran tertimbun.

Sedangkan anak pertamanya, Aura (10), lolos dari maut karena sedang tak berada di rumah. Aura saat kejadian nahas itu sedang berada di kediaman neneknya, yang bersebelahan dengan tempat tinggalnya.

Suara Rahma terdengar lirih. Sesekali bulir air mata menetes di wajahnya. Secepatnya dia hapus dengan telapak tangannya. Terkadang dia terdiam. Pikirannya seperti melayang, mengenang saat dia amat dekat dengan maut.

Usai tertimpa material bangunan, Rahma mengaku setengah badannya terjepit dan berangsur mati rasa. Dia juga kesulitan bernapas. Selain udara pengap, karena terkurung reruntuhan, abu beterbangan dari beton yang rubuh membuat dadanya sesak.

"Sepuluh menit lagi saja terlambat, saya bisa tidak selamat," kata Rahma kepada merdeka.com.

Di saat kritis, Rahma mengerahkan sisa-sisa tenaganya dengan berteriak sekuatnya meminta tolong. Baru sekitar pukul 07.00 WIB datang pertolongan dari warga.
Rahma berhasil lolos dari timbunan bangunan sekitar tiga jam kemudian. Setelah warga bahu membahu memindahkan reruntuhan dengan peralatan seadanya, Rahma langsung dilarikan ke rumah sakit. Rahma tidak mengalami cedera fisik, hanya gangguan kejiwaan karena trauma setelah gempa.

Jasad mendiang suami dan dua anaknya baru ditemukan setelah alat berat dikerahkan mengangkat reruntuhan. Itu sekitar tengah hari. Jenazah ketiganya langsung dikubur dalam satu liang lahat.

Rahma masih mengingat saat itu. Sesaat setelah gempa, sang suami beranjak dari tempat tidur dan hendak membuka pintu kamar. Sedangkan dia belum sempat bangun dari ranjang.

Di depan matanya, Rahma melihat suaminya tertimpa tembok dan langsung raib di balik reruntuhan. Sedangkan dia hanya terjepit. Sebab tembok menghimpitnya sedikit tertahan benda lain di kamar itu.

Rahma mengatakan, anak sulungnya trauma. Dia sengaja memindahkan Aura sementara ke rumah neneknya di Kabupaten Bireuen.

Kini Rahma menatap kenyataan. Dia hanya sendirian buat membesarkan anak pertamanya masih duduk di kelas lima sekolah dasar. Dia tak mau larut dalam kesedihan.

"Semangat saya sekarang demi membesarkan Aura. Dia harus bangkit. Hanya dia tinggal satu-satunya yang paling berharga," ujar Aura.[]

Comments