Siang itu, sinar matahari terasa menyengat. Seorang bayi baru berusia 20 hari terbalut kain putih terlelap di bawah tenda darurat.
Sesekali dia membuka mata, lalu memandang ibunya yang terluka di
wajahnya.
Dari meunasah (surau) terdengar suara azan,
pertanda sudah memasuki waktu Zuhur di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh. Namun,
banyak warga penasaran hendak melihat sang bayi.
Dia adalah bayi yang selamat di Gampong Blang
Baro, Kecamatan Bandar Baru, Kabupaten Pidie Jaya saat gempa. Bocah itu diberi
nama Hafidz Al-Malthut. Dia terhindar dari maut dan dalam pelukan ibunya saat
gempa mengguncang Aceh, Rabu (7/11/2016).
Hafidz tidak mengalami cedera. Hanya ibunya,
Sakdiah (30), luka dan memar di wajah. Ada beberapa jahitan di kepalanya akibat
terbentur reruntuhan tembok.
Pagi itu, Sakdiah seperti biasa bangun lebih
cepat. Suaminya, Muzakir (35), masih pulas di sampingnya. Dia terbangun
lantaran hendak memberikan susu pada sang bayi, sebelum gempa terjadi.
Tiba-tiba ada guncangan hebat. Seketika tembok
kamarnya ambruk dan langsung menghantam kepalanya. Beruntung, ada meja yang
sedikit membantu, hingga Sakdiah dan bayinya tidak tertimbun seluruh badan.
"Hanya saja kepala saya terbentur dan
terjepit. Saya sudah terbaring dan bayi saya peluk," kata Sakdiah.
Sakdiah langsung berteriak minta tolong. Darah
segar mengucur dari kepalanya hingga membasahi bayinya. Mulanya banyak orang
berpikir bayi itu tak selamat.
Ternyata bayi itu menangis. Hal itulah membuat
orang tua Sakdiah tahu anak, cucu, beserta menantunya terjebak di bawah
reruntuhan. Sebelum berhasil diselamatkan, Sakdiah bahkan sempat berusaha
menyusui sang bayi.
"Mekipun sedang terjepit, saya coba berikan
susu pada bayi, karena memang bayi dalam pelukan saya," ujar Sakdiah.
Kedua anak Sakdiah yang lain, Ikram Maulana (10)
dan Nova Safira, juga ikut terjebak di bawah reruntuhan. Namun, keduanya
selamat tanpa terluka. Karena tembok yang runtuh dalam kamar mereka tertahan
oleh meja.
Syamsiah, nenek si bayi, usai gempa langsung
terpikir nasib anaknya. Itu karena mendengar suara tangisan bayi dan orang
minta tolong. Dia bersama suaminya, M. Dadu (70), bergegas menuju ke rumah sang
anak hanya terpaut beberapa meter.
Seketika itu, Syamsiah dibantu warga lain menolong
dan mengangkat reruntuhan buat mengeluarkan korban. Sakdiah dan bayi serta
suaminya berhasil keluar dari reruntuhan itu satu jam kemudian.
"Ada satu balok berat, tetapi entah dari mana
tenaga kami bisa mengangkatnya hanya bertiga, kalau disuruh sekarang pasti
enggak sanggup lagi," ucap Syamsiah.
Kini, mereka kehilangan tempat tinggal, harta
benda, dan menyisakan trauma berat. Mereka sementara tinggal di tenda darurat,
sembari menunggu bantuan pemerintah buat membangun rumah baru seperti
dijanjikan Presiden Joko Widodo.[]
Comments
Post a Comment