Ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha
bagi-bagi nomor HP
sibok habeh hana pre-pre
Itulah penggalan syair lagu milik Joel Keudah, pengamen jalanan sukses asal Aceh, saat mengisi acara Piasan Seni 2016 di Taman Sari, Banda Aceh, Minggu (2/10) kemarin. Lirik dalam bahasa Aceh itu memiliki arti, "bagi-bagi nomor HP, selalu sibuk tanpa henti."
Dulunya dia kerap bernyanyi satu kafe ke kafe lainnya di Banda Aceh. Profesi ini dilakoni setelah gagal bekerja di bengkel karena jadwal terlalu padat, waktu salat pun tak sempat hingga memutuskan untuk keluar dari pekerjaan itu.
Malam itu, jam menunjukkan pukul 22.00 WIB. Ribuan pengunjung arena Pameran Pembangunan dan Piasan Seni 2016 telah memadati panggung utama. Bahkan berdesak-desakan hingga mendekat ke depan panggung.
Saat pembawa acara menyebutkan nama Joel Keudah, suara teriakan pun menggema. Penonton paling depan melambaikan tangan sembari bernyanyi penggalan lagu 'Cewek Matre'.
Wajar saja, ada banyak penonton sudah hafal dengan lirik lagu diciptakan dirinya sendiri. Sebelum dia bertemu dengan produsernya, syair yang dia nyanyikan sudah terlebih dahulu beredar di Youtube.
Selain itu, Banda Aceh dikenal dengan 1001 warung kopi, juga sering disinggahi pria kelahiran Bireuen 19 tahun silam untuk mengamen. Dia juga menjadi idola pengunjung di warung kopi. Tak sedikit, saat dia mengamen merekamnya dan diunggah ke youtube maupun media sosial lainnya.
Zulkhaidi, begitulah nama lengkapnya pada malam itu menggunakan kaos putih, jas abu-abu muda dan stelan celana jeans ketat, serta sepatu. Dia pun langsung menyapa penonton, pengunjung pun menyambut musisi jalanan yang sudah merilis dua single ini dengan tepuk tangan dan teriakan histeris.
Kehidupan ini memang seperti roda berputar. Kadang bisa berada di atas dan bawah. Berkat ketekunan, konsistensinya dalam dunia seni musik membuahkan hasil manis. Dia akhirnya dilirik produser musik di Aceh.
Perjuangannya bukan dibilang mudah dalam menjalani kehidupan. Pahit getir telah dia lewati, meskipun usianya masih muda. Dia pernah harus bekerja sebaai buruh kasar, sebagai asisten tukang potong kayu hutan di gunung, hingga pengangkut kayu dari hutan dengan jarak tempuh dengan sepeda motor selama 5 jam perjalanan.
"Itu sebelum saya ke Banda Aceh, dulu waktu masih di kampung," kata Joel Keudah saat ditemui merdeka.com usai tampil.
Saat diwawancara merdeka.com mengenai kehidupannya, dia sempat terdiam tanpa bisa. Tanpa disadari, air matanya berlinang. Dia mengaku kerap sedih teringat masa-sama sulitnya bersama dengan ayahnya semasa masih hidup.
"Bapak meninggal tahun 2013 silam karena sakit asma," ucapnya singkat sembari menunduk dan menyapu air mata.
Linang air mata itu bukan tanpa alasan. Dia menceritakan kepedihan hidup bersama ayahnya tinggal di sebuah gubuk ukuran 2 x 2 meter di kebun jagung. Gubuk itu jauh dari perkampungan, jaraknya sekitar 5 Km. Di situlah sejak 2011 hingga Bapaknya meninggal. Apalagi dia tinggal dan merawatnya sendiri.
Saat itu, dia masih duduk di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hampir saja dia tidak bisa tamat SMP. Meskipun harus mengurus Bapaknya dan mencari nafkah untuk mengobati orang tuanya, dia tetap bertekad untuk selesaikan SMP. "Saya bekerja seperti itu untuk membeli obat Bapak," jelasnya.
Karena kondisi kesehatan ayahnya semakin memburuk, dia bahkan memutuskan untuk berhenti melanjutkan sekolah. Dia lebih memilih mengurus ayahnya lantaran sakitnya semakin parah. Hingga pada awal tahun 2013, ayahnya meninggal dunia setelah mendapatkan perawatan di rumah sakit umum di Kabupaten Bireuen.
Medio Februari 2016 lalu, dia akhirnya memutuskan hijrah ke Banda Aceh. Tekadnya hanya satu, hendak mengubah nasib dan mencari pekerjaan lebih bagus.
"Di Banda Aceh saya sempat bekerja di bengkel selama 2 minggu, lalu saya keluar, karena kerja di bengkel itu waktu salat aja gak sempat, setelah keluar saya mengamen untuk menutupi kebutuhan hidup," jelasnya.
Untuk menutupi kebutuhannya, Joel Keudah mulai menjadi musisi jalanan. Hampir tiap sore dan malam, dia mendatangi tiap kafe menghibur pengunjung. Hasilnya, di mendapatkan penghasilan Rp 100.000 sampai Rp 150.000.
Setelah sekian lama menjadi musisi jalanan. Sampai juga karyanya ke telinga seorang produser lagu Aceh, Dedek KTB. Dari situ, nasibnya berubah.
"Saya bertemu dengan Bang Dedek pertengahan Agustus 2016 lalu, saya diajak untuk masuk rekaman. Saya pun sangat senang dan langsung menerima tawaran itu," imbuhnya.
Dia akhirnya merilis dua single ciptaannya sendiri, yaitu Cewek Matre dan Rindu. Dia sudah masuk dapur rekaman duet bersama dengan Cut Zuhra, artis lokal Aceh yang telah menghiasi dunia hiburan musik di Aceh. "Waktu pertama masuk rekaman, saya sempat sakit dua hari, saya syok baru itu pertama," terangnya.[merdeka]
Comments
Post a Comment