Batu nisan beragam
ukuran dan berwarna putih berjejer dan tertata rapi, setiap nisa tertulis nama
masing-masing. Nisan-nisan palang salib ini merupakan makam tentara Belanda
yang tewas saat berperang melawan pejuang Aceh kala itu.
Perang Aceh
berlangsung pada 1873-1904 mendapat perlawanan sengit dari para pejuang Aceh
kala itu. Bahkan ada yang menyebutnya, perang melawan pejuang Aceh melebihi
pahitnya pengalaman dalam perang Bapoleon.
Saat memasuki kawasan
Kherkoff ini pertama harus melewati pintu gerbang dan tembok setinggi 4 meter.
Di tembok dinding itulah tertulis nama-nama prajurit Belanda yang tewas, lalu
dimakamkan di kawasan ini, kemudian dikenal dengan sebutan Kherkoff.
Sedikitnya ada 2200
prajurit yang dimakamkan di Kherkoff ini, ada tertera nama-namanya di dinding
tersebut setinggi 8 meter. Dinding ini pula kemudian menjadi pintu gerbang
untuk masuk dalam pemakaman yang bersejarah ini.
Pada dinding berwarna
putih ini, tidak hanya tertera nama prajurityang tewas. Selain itu ada juga
beberapa petinggi militer Belanda yang juga dimakamkan di Kherkoff. Diantaranya
pejabat tinggi militer setingkat Jenderal, yaitu General Majoor J.H.R Kohler
dan Luitenant-Kolonel W.B.J Scheepens Overleden.
General Majoor J.H.R
Kohler satu-satu jenderal Belanda yang berhasil ditembak mati oleh pejuang Aceh
kala itu pada tahun 1873 di pekarangan Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh.
Bukti sejarahnya, di depan masjid, sudut kanan bagian timur masjid, pemerintah
sudah membangun tugu lokasi tempat ditembak mati Kohler.
Setelah tewas, kemudian
Kohler diterbangkan ke Batavia (sekarang Jakarta) untuk dimakamkan. Di Batavia,
Kohler dimakamkan di kawsan Tanah Abang yang sudah menjadi pusat pasar di
Jakarta.
Kemudian Tanah Abang
dilakukan pembangunan gedung dan pasar. Sehingga kuburan Kohler harus dibongkar
dan kemudian atas permintaan Pemerintah Belanda agar dimakamkan di Kherkoff.
Saat itu, Pemerintah Aceh pun mengabulkannya.
“Pemerintah Aceh
waktu itu mengabulkan permintaan itu, sehingga Kohler dimakamkan di Kherkoff
Banda Aceh,” kata pengelola Kherkoff Banda Aceh, Rusdi Sufi, Rabu (18/3).
Makam Kherkoff ini
merupakan makam terbesar kedua tentara Belanda setelah pertama terbesar di Belanda.
Menurut Rusdi Sufi, juru kunci makam-makam ini menjadi bukti kepahlawanan Aceh
saat itu melawan pemerintah Belanda.
“Ini menjadi bukti
sejarah bahwa pejuang Aceh pernah mengalahkan Belanda, makam seperti ini tidak
ada di tempat lainnya, makanya ini bisa menjadi objek wisata,” imbuhnya.
***
Akhir-akhir ini beredar
kabar di Banda Aceh anggaran untuk pengelolaan Kherkof, kuburan pasukan Belanda
sudah tidak lagi memiliki dana operasional. Sehingga terancam kuburan Belanda
tersebut tidak terurus ke depan.
Isu tersebut kemudian
disanggah oleh pengelola Kherkof, Rusdi Sufi sejak pertama sudah menjadi
pengelola Kherkof. Menurutnya anggaran untuk pemeliharaan dan perawatan Kherkof
masih diberikan oleh sebuah yayasan dari Belanda.
“Masih ada suntikan
dari sebuah Yayasan Stichting Peujut-Funds dari Belanda, meskipun sudah semakin
menipis suntikan dananya,” kata Rusdi Sufi.
Rusdi Sufi juga
meluruskan bahwa selama ini bukan dari Pemerintah Belanda membantu anggaran
perawatan Kherkof. Akan tetapi beberapa orang yang peduli dengan kuburan
tentara Belanda yang tewas di Aceh membantu operasional secara swadaya.
Cara membantunya,
jelasnya Rusdi, beberapa pekerja sosial yang peduli dengan sejarah prajurit
Belanda yang tewas di Aceh mendirikan
Yayasan Stichting Peujut-Funds pada tahun 1976. “Memang benar mereka
sekarang sudah mulai kekurangan dana,” jelasnya.
Oleh karena itu,
beberapa pengurus Yayasan Stichting Peujut-Funds yang diwakili oleh pendiri
J.H.J Brendgen sudah beberapa kali datang ke Aceh menjumpai Gubernur Aceh dan
Walikota Banda Aceh. Kedatangan J.H.J Brendgen tujuannya agar pemerintah
setempat mau membantu biaya operasional nantinya.
“Sudah beberapa kali
J.H.J Brendgen datang bertemu dengan Gubernur dan juga Walikota, dia meminta
bila yayasan ini tidak ada lagi dana, pemeritah setempat bisa membantunya,”
imbuhnya.
Rusdi Sufi memang
tidak menampik ada bantuan dari Pemerintah Kota Banda Aceh dan Pemerintah Aceh.
Terutama Pemerintah Kota Banda Aceh membantu biaya operasional kebersihan
melalui Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Banda Aceh.
Adapun anggaran untuk
tahun 2014 lalu Yayasan Stichting Peujut-Funds hanya membantu biaya 13.400
Uero. Namun Rusdi Sufi enggan menjelaskan secara detail anggaran setiap tahunnya.
Comments
Post a Comment