Suto Andinata Sang Petualang yang Tangguh

Ilustrasu, foto Interet
BAKATRAYA - Saat itu jam menunjukkan pukul 15.00 WIB. Di depan Corner Café saya melihat terparkir sebuah motor yang unik diantara puluhan motor lainnya. Motor tersebut merek Yamaha tahun produksi 1983 dihiasi dengan beberapa tulisan dan dua bendera merah putih terpasang dibelakangnya.
Dalam Corner sudah ada beberapa wartawan baik cetak maupun elektronik. Memang pada hari itu Rabu (28/11/2012) ada konferensi pers seputaran pengumpulan dana untuk korban banjir di Barat Selatan.

Konferensi pers pun berlangsung. Namun, pikiran saya sangat terganggu dengan keberadaan motor tadi. Mata saya pun berhenti sejenak tatkala melihat salah seorang pria yang kurus kering, tingginya semampai, rambutnya kriting, memakai baju rompi warna hitam dengan style sepatu boots-nya.

Ternyata pria paruh baya itu benar pemilik kenderaan yang membuat mata saya tertegun tadi. Karena memang motor itu tidak seperti biasanya. Bisa dikatakan, motor tersebut layaknya rumah berjalan.

“Itu dia pemilik motor tadi yang sedang berpetualangan keliling Indonesia,”kata seorang rekan, Iskandar, yang sudah lebih duluan kenalnya.

Usai konferensi pers pun saya tidak mensia-siakan waktu untuk bisa mewawancarainya. Suto Andinata, itulah nama sang petualang tangguh itu. Usianya saat ini sudah tidak terbilang muda lagi, diusia 56 tahun ingin mengukir sejarah baru di Indonesia, yaitu keliling Indonesia dengan satu tujuan menancapkan 69 bendera di hingga Marauke.

Suto mengkisahkan, jiwa pertualangannya sejak tahun 1986 sudah mulai tumbuh. Katanya, berpetualangan itu untuk menikmati keindahan alam Indonesia yang indah. Indonesia sebagai negara berkepulauan semakin tertarik baginya untuk menikmatinya selama ia masih diberikan umur panjang.

Indonesia memiliki alam yang indah, tentunya menikmati alam sembari berpetualangan memiliki kenikmatan tersendiri bagi Suto. Tak ada yang paling indah dalam hidupnya, selain bisa menundukkan petualangannya seluruh penjuru tanah air.

Sebagai warga Indonesia yang baik, tentunya harus lebih mengenal alam yang diberikan nun indah ini. Apa lagi seiring dengan keindahan alam, juga menyimpan sumber daya alam yang luar biasa banyak. Meskipun kekayaan itu belum bisa dinikmati oleh rakyat Indonesia.

Sungguh sangat disayangkan tutur Suto kembali, kenapa tidak, kekayaan yang melimpah, Sumber daya alam yang banyak. Tetapi tidak seimbang dengan tingkat kesejahteraan yang diperoleh oleh rakyat Indonesia.

Suto Andinata sedang bersiap-siap berangkat ke lokasi lain mengelilingi Kota Banda Aceh“Indonesia sangat kaya dengan alam yang indah, kita perlu menikmatinya,tapi sayang orang miskin masih cukup banyak, padahal Indonesia kaya,”kata Suto Andinata pada The Globe Journal Rabu (28/11/2012) di Corner Café.
Ia ingin memecahkan rekor baru di Indonesia, kata Suto singkat.

Petualangannya ini telah dimulai sejak 14 Agustus 2012 lalu. Ia memulai petualangannya dari kampungnya tempat kelahirannya di desa Sekarjala RT 5 RW 2 Kecamatan Mardoyoso Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah.

Lebih 10 provinsi sudah ia lewati kurun waktu 3 bulan itu. Terakhir ia masuk ke Aceh lewat jalur pantai barat selatan. Kemudian ia singgah di titik nol, titik dimana luas negeri ini mulai diukur. Akuinya, ia telah sampai pertengahan perjalanan.”Tinggal saya melanjutkan sampai ke Merauke,”katanya.

“Saya tiba di Banda Aceh pada tanggal 22 November 2012,”ucap  Suto lagi.

Selama dalam perjalanan, ada banyak suka dan duka yang ia alami. Selain ia harus tidur di setiap SPBU ditemani oleh dinginnya malam. Kadang-kadang ia sedikit lebih beruntung bisa bermalam di kantor polisi. Tidur di kantor polisi baginya, ibarat sedang tidur di hotel berbintang.

Pernah suatu ketika, kisahnya kembali. Saat berada di Aceh yang ia tidak ingat lagi lokasinya, di sekitar pantai barat selatan. Ia mengalami sakit, badan yang kurus dan selama perjalanannya kurang istirahat. Sehingga terserang demam, sesak nafas. Tentunya ini membuat ia harus beristirahat sebentar.

Untung saja tidak berapa jauh ia menjumpai sebuah klinik praktek dokter umum. Ia pun ditolong oleh dokter tersebut. Lagi-lagi ia tidak ingat nama dan lokasi ia berobat itu.“Cuma bayar setengah saat saya berobat,”kata Suto.

Di Banda Aceh, lanjutnya berkisah. Ia telah bertemu dengan Gubernur Aceh. Memang dia sedikit beruntung bisa bersua dengan doto Zaini Abdullah. Ia pun tidak luput meminta tanda tangannya. Selebihnya ia diberikan uang sebesar Rp.100.000.”Alhamdulillah ada diberikan uang dikit,”katanya tetap bersyukur.

Tak ada ucapan keluhan keluar dari mulutnya. Padahal, saat ini di Banda Aceh ia sudah kehabisan uang. Untuk melanjutkan perjalanan ia harus memiliki biaya lagi untuk memenuhi kebutuhannya selama dalam perjalanan.

Meskipun demikian, ia tak patah arang. Ada saja ide cemerlang dia untuk mendapatkan bantuan biaya perjalanannya. Tuturnya, saat ini ia memakai motor Yamaha, jadi dalam waktu dekat ia akan mendatangi dealer motor tersebut untuk meminta bantuan biaya perjalanannya.

Tak hanya sampai disitu ide cemerlangnya. Ia juga akan bertemu dengan berapa perusahaan lain semisalnya Telkomsel. Karena memang selama perjalanan, ia menggunakan kartu itu dalam setiap berkomunikasi.

Memang, bukan petualang namanya kalau tidak memiliki bakat survive. Karena bagi petualang, bakat itu harus tumbuh agar tetap bisa bertahan meskipun berada dimana saja. Seberat apapun kondisi alam, petualang itu harus memiliki ide-ide cemerlang agar terus bisa melanjurkan petualangannya.

Sembari ia menghisap dalam-dalam sebatang rokok, ia diam sejenak menatap langit-langit Corner Café tersebut.

Tiba-tiba saya dikagetkan saat ia menyanyikan sebuah lagu Rafli Kande. Ia menyanyikan tembang Rafli Kande yang berjudul Merpati Putih. Menurutnya, lagu ini sangat bermakna bagi yang memiliki jiwa petualang yang tangguh.

Merpati sebagai simbul perdamaian, juga sebagai simbul petualangan. Karena merpati itu binatang yang suka berpetualangan. Sehingga lagu Merpati Putih menjadi inspirasi motivasi baginya untuk terus berpetualangan.

Meskipun ia harus meradang karena jauh dari keluarga. Keluarga yang ia cintai terpaksa harus ditinggalkan di kampung halamannya. Ini semua demi sebuah cita-cita ingin berpetualangan seluruh Indonesia.

Keluarganya tidak pernah komplain dengan hobi orang tuanya ini. Justru anak-anaknya juga sangat mendukung apa yang ia ingin capai. Buktinya, anak laki-lakinya juga memiliki jiwa petualangan.

Ia memiliki 6 anak. Lima laki-laki dan satu perempuan yang masih duduk di kelas 1 SMU di Kabupaten Pati Jawa Tengah.

Cita-citanya, dalam perjalanan petualangannya Ia bisa mengumpulkan bendera sebanyak umur Soekarno Presiden Indonesia yang pertama.

Ternyata diam-diam, Suto sangat mengagumi tokoh proklamator kemerdekaan Indonesia. Sehingga ia bertekat mengumpulkan bendera dari  Gubernur/Bupati seluruh Indonesia.

“Umur Soekarno 69 tahun, jadi saya akan tanjapkan bendera sebanyak itu nanti di Merauke yang ia dapatkan selama petualangannya,”katanya.

Apa yang cari dalam petualangannya? Hanya Allah dan ia sendiri yang mengerti!

Akan tetapi niat tulus dia yang memakan biaya tidak sedikit perlu diberi apresiasi yang besar. Pasalnya, ia sangat mencintai bangsa Indonesia. Akankah Indonesia ini akan memiliki semangat petualangan seperti Sut0 untuk menciptakan rakyatnya sejahtera? Kita tunggu kiprahnya!

Tulisan ini pernah dimuat di TGJ

Comments