Pagi itu, Selasa (23/12) hujan terus melanda Kota Banda Aceh. Merdeka.com datang ke Ujung Pancu, sebuah kawasan terbilang parah terkena tsunami.
Masih terlihat ada beberapa bekas bongkahan bangunan di kawasan ini. Selebihnya sudah berdiri kokoh banyak rumah bantuan, baik dari NGO maupun dari Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) Aceh-Nias.
Sekilas dilihat, seperti tidak pernah terjadi apapun 10 tahun silam. Jalan sudah beraspal, pepohonan sudah rindang dan juga gedung sekolah sudah bagus, termasuk sudah ada geliat warga turun ke sawah untuk menanam padi.
Di daerah itu ada saksi bisu dahsyatnya gelombang tsunami yang sengaja dilestarikan. Kubah Tsunami, begitu warga desa Gurah, Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar menyebutnya. Kubah inilah yang banyak diburu oleh wisatawan, terutama wisatawan asing untuk membuktikan dahsyatnya tsunami yang menerjang Aceh.
Untuk menuju ke tempat ini, harus melewati jalan yang belum beraspal sekitar 500 meter. Musim hujan tentu sedikit becek, sehingga percikan lumpur tak dapat dihindari.
Sebelum memasuki ke arena kubah dengan luas pekarangan sekitar 400 meter ini, terlebih dahulu mendapati sebuah kios yang berjualan pernak-pernik dan oleh-oleh milik Darmawan. Setelah memasuki dalam kawasan Kubah Tsunami, ada seorang wanita yang siap menyambut siapapun tamu yang datang.
"Banjir kemarin, karena hujan beberapa hari ini," kata Sriana (30), pemandu di Kubuh Tsunami mengawali pembicaraan.
Sriana saat itu sedang membuat beberapa saluran agar air yang menggenang bisa mengalir ke dalam persawahan. Akibat hujan selama 3 hari melanda Aceh, kawasan Kubah Tsunami yang berada di tengah sawah dan sekitar lereng gunung banjir hingga di atas tumit orang dewasa.
Sejak sebelum tsunami, daerah ini merupakan persawahan warga. Saat tsunami menerjang Aceh, baru banyak orang mengunjungi daerah ini. Tentu punya alasan wisatawan datang yaitu ingin menyaksikan Kubah Tsunami yang terdampar dari Masjid Jami berasal dari desa Lam Teungoh. Jarak terdampar sekitar 2,5 Km dari tempat semula.
"Ada 7 orang selamat dalam kuba ini dan kubah ini ibarat kapal bagi mereka saat tsunami terjadi," jelas Sriana.
Kubah ini berbentuk bulat. Di dalam kubah ada cekungan yang terbuat dari semen. Di bawah kubah ada seperti lantai. Menurut Sriana, yang berbentuk lantai ini diperkirakan atap Masjid yang terlepas dan menjadi pondasi kubah ini yang berdiri kokoh. "Diperkirakan bobot kubah ini sampai 80 ton," jelasnya.
Di penghujung perbincangan, Sriana berharap ada perhatian khusus dari pemerintah untuk pemugaran. Agar lokasi ini bisa ditata leih rapi dan indah. Meskipun ia tidak menampik ada bantuan dari Pemerintah Kabupaten Aceh Besar membebaskan lahan di tempat itu.
"Ada dibantu dari pemerintah, tetapi hanya pembebasan lahan dan pembuatan pagar, sedangkan tanah tempat letak kubah itu dihibahkan oleh pemilik tanah," katanya.
Masih terlihat ada beberapa bekas bongkahan bangunan di kawasan ini. Selebihnya sudah berdiri kokoh banyak rumah bantuan, baik dari NGO maupun dari Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) Aceh-Nias.
Sekilas dilihat, seperti tidak pernah terjadi apapun 10 tahun silam. Jalan sudah beraspal, pepohonan sudah rindang dan juga gedung sekolah sudah bagus, termasuk sudah ada geliat warga turun ke sawah untuk menanam padi.
Di daerah itu ada saksi bisu dahsyatnya gelombang tsunami yang sengaja dilestarikan. Kubah Tsunami, begitu warga desa Gurah, Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar menyebutnya. Kubah inilah yang banyak diburu oleh wisatawan, terutama wisatawan asing untuk membuktikan dahsyatnya tsunami yang menerjang Aceh.
Untuk menuju ke tempat ini, harus melewati jalan yang belum beraspal sekitar 500 meter. Musim hujan tentu sedikit becek, sehingga percikan lumpur tak dapat dihindari.
Sebelum memasuki ke arena kubah dengan luas pekarangan sekitar 400 meter ini, terlebih dahulu mendapati sebuah kios yang berjualan pernak-pernik dan oleh-oleh milik Darmawan. Setelah memasuki dalam kawasan Kubah Tsunami, ada seorang wanita yang siap menyambut siapapun tamu yang datang.
"Banjir kemarin, karena hujan beberapa hari ini," kata Sriana (30), pemandu di Kubuh Tsunami mengawali pembicaraan.
Sriana saat itu sedang membuat beberapa saluran agar air yang menggenang bisa mengalir ke dalam persawahan. Akibat hujan selama 3 hari melanda Aceh, kawasan Kubah Tsunami yang berada di tengah sawah dan sekitar lereng gunung banjir hingga di atas tumit orang dewasa.
Sejak sebelum tsunami, daerah ini merupakan persawahan warga. Saat tsunami menerjang Aceh, baru banyak orang mengunjungi daerah ini. Tentu punya alasan wisatawan datang yaitu ingin menyaksikan Kubah Tsunami yang terdampar dari Masjid Jami berasal dari desa Lam Teungoh. Jarak terdampar sekitar 2,5 Km dari tempat semula.
"Ada 7 orang selamat dalam kuba ini dan kubah ini ibarat kapal bagi mereka saat tsunami terjadi," jelas Sriana.
Kubah ini berbentuk bulat. Di dalam kubah ada cekungan yang terbuat dari semen. Di bawah kubah ada seperti lantai. Menurut Sriana, yang berbentuk lantai ini diperkirakan atap Masjid yang terlepas dan menjadi pondasi kubah ini yang berdiri kokoh. "Diperkirakan bobot kubah ini sampai 80 ton," jelasnya.
Di penghujung perbincangan, Sriana berharap ada perhatian khusus dari pemerintah untuk pemugaran. Agar lokasi ini bisa ditata leih rapi dan indah. Meskipun ia tidak menampik ada bantuan dari Pemerintah Kabupaten Aceh Besar membebaskan lahan di tempat itu.
"Ada dibantu dari pemerintah, tetapi hanya pembebasan lahan dan pembuatan pagar, sedangkan tanah tempat letak kubah itu dihibahkan oleh pemilik tanah," katanya.
Comments
Post a Comment