Cek Midi Penyelamat Manuskrip Kuno di Aceh

Kitab kuno bertulisankan bahasa arab dan arab jawi berjejeran di atas meja ruang tamu. Beragam ukuran dengan warna sudah kusam dimakan usia. Ada juga sebagian yang telah sobek dan hilang sebagian tulisankan dengan tulisan tangan.

Ada beragam koleksi manuskrip kuno bukti sejarah peradaban Aceh sejak abad 17 lalu, saat Aceh dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda. Salah satunya manuskrip kuno yang masih utuh dan bisa dibaca adalah Alquran Mushab dengan ukuran 32/31 centimeter terbuat kertas diimpor dari Eropa pada abad 17.

Ini bisa dibuktikan bila diterawang melalui pencahayaan terdapat watermark (cap air) bulan sabit bersusun tiga yang berasal dari Venecia (Itali) yang dicetak tahun 1696 masehi.

Tulisan bahwa Arab Alquran ini masih sangat jelas dan mudah dibaca dengan adanya hiasan dan bingkai di samping. Alquran ini yang terbuat dari kertas berkualitas biasanya ini pesanan khusus Sultan masa itu.

“Biasanya yang seperti ini khusus penanan dari Sultan,” kata Tarmizi Abdul Hamid, kolektor naskah kuno di Aceh, Rabu (16/4) saat berkunjung ke rumahnya.

Koleksi manuskrip kuno milik ini bukanlah di sebuah meseum atau perpustakaan yang dikelola oleh pemerintah. Akan tetapi koleksi manuskrip kuno ini hanya disimpan dalam lemari milik Tarmizi Abdul Hamid. Dia bukanlah ahli naskah kuno, bukan ahli sejarah, dia bukan siapa-siapa, tetapi hanya ingin menyelamatkan bukti sejarah Aceh yang kian banyak diburu para kolektor.

Tarmizi Abdul Hamid hanya warga biasa sebagai pegawai menengah di Balai Pengembangan Teknologi Pertanian Aceh dan juga bekerja di lembaga Majelis Adat Aceh (MAA). Namun keinginannya mengoleksi manuskrip muncul sejak tahun 1995 saat melihat banyak naskah kuno Aceh banyak sudah sudah berpindah tangan ke negara lain.

Setelah pulang dari Malaysia, Singapura dan Brunai Darussalam, dia melihat di negara tersebut sangat dihargai setiap ada naskah kuno dan bahkan memburu manuskrip negara lain untuk menambah koleksi meseum mereka.

Sejak itu dia mulai jatuh cinta dengan naskah kuno. Sehingga saat itulah muncul niatnya untuk menyelamatkan naskah langka ini. Saat itu dia berusia 28 tahun dan mulailah bergerilya memburu manuskrip kuno tersebut ke setiap sudut pelosok Aceh.

Tak tanggung-tanggung, saat ini Tarmizi Abdul Hamid tanpa bantuan dana dari siapapun, sudah berhasil mengoleksi sebanyak 482 manuskrip kuno. Semua itu dibeli dengan menggunakan dana pribadinya sejak 20 tahun lalu.



Manuskripnya sekarang hanya disimpan dalam lemari khusus miliknya yang terletak di desa Ie Masen Kayee Adang, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh. Tidak ada fasilitas modern tempat menyimpannya, karena memang keterbatasan dana yang ia miliki saat ini.

Sembari membersihkan manuskrip kuno yang diperlihatkan sebagian di atas meja di ruang tamu rumahnya. Ada sekitar 10 manuskrip yang diperlihatkan, secara perlahan dia membuka setiap lembar naskah kuno yang berharga itu.

“Kalau mau kita buka, mau melihat isinya, harus pelan-pelan, karena manuskrip ini ada yang sudah berusia 400 tahun,” jelasnya.

Dari semua koleksinya, ada 20 manuskrip yang belum bisa dibaca karena kondisi naskah kuno tersebut sudah usang dan tulisan sudah tak terlihat. Akan tetapi dia memastikan naskah kuno ini menggunakan bahasa melayu, bahasa Aceh dan Arab.[]

Comments